2. Setiap peserta diharapkan hadir minimal 15 menit sebelum perlombaan untuk mempersiapkan diri, setelah sebelumnya telah mendaftar ulang di meja panitia.
3. Apabila dalam 3 kali panggilan peserta tersebut tidak hadir/tidak mengindahkan maka peserta tersebut dinyatakan gugur.
4. Saat lomba berlangsung peserta diwajibkan berpakaian seragam sekolah
5. Dalam penampilannya, Peserta wajib memakai tanda peserta lomba yang diberikan panitia.
6. Kriteria penilaian lomba adalah vokal, penghayatan, ekspresi, dan penampilan.
7. Pada saat membaca puisi peserta diwajibkan membawa teks puisi yang telah ditentukan oleh panitia.
8. Peserta tidak diperkenankan membawa catatan kecil atau buku waktu lomba berlangsung
9. Peserta tidak diperkenankan meminta tambahan waktu kepada panitia.
10. Keputusan juri dan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat 11. Para pemenang lomba Membaca Puisi akan diumumkan pada saat acara penutupan Bulan Bahasa 2015
PILIHAN PUISI YANG DISEDIAKAN :
SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH
Karya Taufik Ismail
Karya Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
SEORANG TUKANG RAMBUTAN
PADA ISTRINYA
Karya Taufiq Ismail
Karya Taufiq Ismail
“Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan datam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
“Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutani”
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
“Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju karni, bukan?”
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
“Doakan perjuangan kami, pak,”
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!”
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
1966
CERITA BUAT DIEN TAMAELA
Karya Chairul Anwar
Karya Chairul Anwar
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
Beta Pattiradjawane
Kikisan laut
Berdarah laut.
Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.
Beta pattiradjawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kurim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau…
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
1946
Siap
ReplyDelete